Gibran diuntungkan putusan MK. Senin lalu, MK memutuskan , Capres/Cawapres ditetapkan minimal berusia 40 tahun atau bakal calon sedang menjabat kepala daerah atau pernah menjadi pejabat hasil Pemilu, bisa maju menjadi Capres/Cawapres.
Pastinya, Ada yang bersorak, ada yang “gelo”, kecewa.
Gibran sendiri?
Dia bisa seneng, atau bisa jadi malah bingung.
Pertama, pastinya, ya, seneng. Setidaknya punya peluang untuk menjadi cawapres Prabowo. Bukan karena kehebatannya, tetapi karena factor pengaruh Bapaknya, Jokowi. Masalahnya, pertama, kalau Gibran maju cawapres, habis sudah reputasi baik Jokowi. Mengapa” Gibran tak mendengar suara public, bahwa Jokowi dituding tengah membangun oligarki. Apalagi, lolosnya pasal ‘tambahan’ , bahwa orang yang sedang menjabat atau pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, diduga kuat ada andil besar dari pamannya. Sampai2, MK dijuluki Mahkamah Keluarga.
Kedua, semisal Gibran maju dari partai lain, konsekwensinya dia harus berkhianat kepada partai yang mengusungnya jadi walikota Solo. Resikonya, keluar atau dikeluarkan dari PDI Perjuangan.
Ketiga, kalau dia tidak maju sekarang, dengan catatan bila Prabowo meminangnya, Gibran kehilangan peluang emas. Ibarat bola, tinggal berhadapan dengan gawang kosong, mosok tidak di’gol’-kan? Ini sulit untuk dia lewatkan begitu saja. Sementara, kondisi lima tahunkdepan, peluang itu tidak akan sebesar sekarang. Tingkat persaingannya bakal keras: ada Ganjar, Mbak Puan, atau bisa jadi bapaknya sendiri (Barangkali bersedi dicalonkan lagi).
Nah lho, godaan kali ini sungguh menguras syahwat politik Gibran. Sampai-sampai Gibran tidak bisa menjawab saran Butet Kertarajasa agar tidak maju jadi Cawapres. , selain hanya mengatakan,”tanya aja kepada yang mengurus SKCK, yang menjadi persyaratan menjadi balon wapres. Ihh.., kok gak berani bersikap?
Mengandaikan Gibran bersikap seperti ini, apakah mungkin?
Aku, Gibran Rakabuming Raka. Satria Solo. Luwih becik (Lebih baik) maju dengan kekuatan dan jati diri sendiri ketimbang maju dibawah kilau gemerlap sinar Bapakku. Demi Indonesia, demi bapakku, demi keluargaku, dan demi kebaikanku sendiri. Aku ora melu (tidak ikut) Pilpres, Aku ora opo-opo.
Wahh, Andai Gibran bener seperti itu, simpati akan berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia, dan mereka akan menanti Gibran lima tahun mendatang, namun bias jadi dicemooh “tim suksesnya”. Selain itu, Jokowi bias tetep senyum, turun tahta dengan mulus, dan dielukan masyarakat. Tapi, apakah Gibran akan bersikap seperti itu? Mimpi kali ya..??? Sepertinya dia akan menikmati ambisi tersembunyi, mengalir menjalani skenario, entah skenario siapa. Kalau ditawarin, ya diterima, kalaupun tidak,yro ora opo-opo, tidak apa-apa. (**)
(Budi Laksono)
.