Media Pembaruan – Mahkamah Konstitusi (MK) diingatkan berbagai elemen masyarakat agar tidak salah jalan dalam memutus uji materiil ketentuan batas usia capres/cawapres.
Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, baru-baru ini, salah satu yang mewanti-wanti MK agar tidak salah jalan.
Hendardi menilai, deretan permohonan uji materiil yang diajukan bukan lagi ditujukan untuk menegakkan hak-hak konstitusional warga tetapi diduga kuat dilandasi nafsu kuasa keluarga penguasa saat ini.
Oleh sebab itu, Hendardi sependapat dengan puluhan pakar hukum dan pegiat hukum dan konstitusi bahwa soal batas usia untuk menduduki jabatan bukanlah isu konstitusional tetapi kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang tidak seharusnya diuji oleh MK.
Pengamat politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting melontarkan hal senada. Katanya, para pemohon atau penggugat, bisa dibaca secara politik terafiliasi dengan partai politik yang punya kepentingan untuk menjadikan seseorang agar bisa lolos mengikuti kontestasi pemilihan presiden 2024.
Aturan pembatasan usia minimal capres/cawapres tertuang dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi: “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
“Tidak ada pelanggaran konstitusi di situ. Jadi MK haram untuk membatalkan maupun mengubah sebuah aturan soal syarat usia capres/cawapres, sebab tidak ada pelanggaran konstitusi dalam aturan itu,” ucapnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (13/10/2023).
Jadi upaya mengubah persyaratan usia capres/cawapres, ujarnya, sarat dengan kepentingan politik praktis dan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Dia pun mengingatkan, usia persyaratan capres/cawapres mustinya masuk wilayah dominasi DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang, bukan kewenangan MK.
“Permohonan uji materi kasus persyaratan usia capres/cawapres, jelas bernuansa isu politik bukan isu hukum tata negara,” tegas Ginting.
Sementara Aktivis 98, dalam siaran persnya, melihat permohonan uji materiil tersebut merupakan salah satu celah hukum untuk melanggengkan kekuasaan dengan membangun sebuah dinasti politik dan ekonomi.
MK yang diharapkan menjadi palang pintu terakhir dalam proses pengujian materi landasan hukum yang berlaku, diminta Aktivis 98, jangan bermain mata dengan kekuasaan untuk menopang kekuasaan itu sendiri.***